Marone! Created by Hanifah Pramesti Tami
10:24 PM
Gue
punya ide! Gimana kalo namanya Marone aja!
Ih!
Namanya lucu....
Tiga tahun lalu aku
lahir. Ya, lahir dari pikiran anak anak luar biasa itu, mereka
menamaiku—uhm—Marone! Bukan! Bukan! Engga ada kata “Five” dibelakangnya. Tahu
singkatannya apa? Marketing One, Pemasaran Satu, Penjualan Satu. Ya, itu. Aku
bukan subjek, tapi aku memiliki andil besar untuk 31 anak yang melahirkanku.
Aku tempat bernaung mereka di sekolah. Tahun pertama dimana aku lahir dari
pikiran 31 anak itu, aku merasa aneh. Bagaimana bisa mereka memberikanku nama
yang hampir sama seperti sebuah band Pop asal Amerika?! Maksudnya apa coba? Oh
please...
Di
tahun pertama itu juga, aku mengenal sifat sifat 31 anak itu. Anak anak yang
astaga—boleh kubilang kalau polosnya keterlaluan? Lihat saja! masa sudah kelas
sepuluh masih ada yang main colek sabun?! Bukan itu saja, sifat mereka
juga—anak anak sekali, mulai dari nomor absen 1 sampai 31, tanpa kecuali!
They’re such a kids! Dan, proses saling mengenal mereka bener bener mirip anak
TK, lancar begitu saja. Aduh, Tuhan please kuatin aku...
Tahun
kedua aku bersama mereka mulai bisa kuterima dengan sangat baik. Kali ini
kuralat pendapatku setahun lalu yang bilang kalau mereka kekanakan. Kali ini 31
anak itu sudah bisa mengerti apa yang terjadi di lingkungan sekitar mereka,
mengadaptasikan diri, dan merasakan apa yang namanya—PPKSK. Mungkin disini
harus ngaku ya, some of them being so norak!
Ga tahu PPKSK. Norak. Norak. Norak. Kalau aku bisa bicara mungkin sudah kukatakan
kata itu berulang kali, tapi euh—bisa kujamin setelahnya aku akan dihajar.
Begitulah, seperti air mereka menjalani kehidupan mereka dengan baik baik saja.
tapi hanya beberapa saat karena 31 anak itu sedikit mengalami masalah kecil
sepulang dari tugas yang namanya PPKSK. Suasana jadi agak panas, padahal ada AC
di kelas. Jiwa muda mereka yang bergejolak seperti lagu Rhoma Irama terlihat
membara, membuatku sedikit sedih. Beberapa dari mereka mulai tak mengacuhkan
teman temannya. Aku tahu tidak selamanya sebuah hubungan akan berjalan mulus,
dan itulah yang terjadi. Tapi kalian tahu? Mereka H-E-B-A-T! Kuulangi, mereka
H-E-B-A-T! DAHSYAT! CETARR!! 31 anak luar biasa itu menyelesaikan masalah
internal kelas dengan cara sharing. Berkumpul membentuk lingkaran, saling
tumpah tumpahan emosi, nangis nangisan, sampe ada yang pake baju temen
sebelahnya buat lap ingus! Gimana ga hebat, coba?! Aku merasa lucu dengan cara
mereka menyelesaikan masalah internal dan anehnya setelah itu mereka kembali
seperti semula. Mereka menertawakan diri mereka sendiri karena ketahuan nangis
di depan temennya yang lain. Damai lagi, kayak lagunya Chris Brown yang
judulnya Perdamaian itu, yang masuk di Album Religinya dia. Tahu ga? Main ke
toko matrial dong makanya
Dan di tahun ketiga ini, aku baru sadar akan
sesuatu. Time flies so fast, really. Sekarang mereka benar benar sudah dewasa,
konflik yang ada dapat mereka atasi dengan kepala dingin, tenang dan tentu
dengan senyuman. Bolehkah aku merasa bangga dengan mereka? YA! aku yakin untuk
menjawabnya. 4 hari menyeramkan yang mereka sebut dengan UN dilewati juga
dengan senyum setelah sebelumnya banting mata dan tulang belajar pelajaran UN
terus terusan. Bahkan mereka terlihat seperti—kuli proyek daripada seorang
siswa. Sumpah! Tapi semua itu terbayarkan ketika melihat senyum puas mereka
selesai UN. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku setelah mereka keluar
dari sekolah dengan membawa ijazah itu. Aku tidak ingin mereka melupakanku,
sungguh. Kalau aku bisa bicara, aku akan nangis nangis ngesot di jalan memohon
agar mereka tak melupakanku, melupakan Marone, melupakan perjuangan mereka
selama bersamaku. Tapi aku akhirnya sadar, dan tahu betul kali ini. Mereka
tidak akan melupakanku, pasti. Karena yang kutahu anak anak yang namanya Jaka,
Anggi, Aci, Rini, Fitri Annisa, Fitri Priyanti, Hani, Hanip, Hellen, Indah,
Irfan, Jeani, Maya, Merry, Baaqii, Ikhwa, Jundi, Munty, Murtisari, Nabila,
Novita, Putri, Ririn, Rizki, Rully, Sella, Siti Rodiah, Sri Retno, Tantri dan
Wiwi adalah sebuah keluarga yang menamai ikatan itu dengan MARONE. Itu aku!
Aku! Akhirnya namaku disebut juga kyaaaaa...
Begitulah
keyakinanku terhadap 31 anak hebat itu. Waktu boleh berjalan dengan cepat, tapi
ikatan keluarga tidak akan hilang. Yaaa setidaknya aku memberikan mereka waktu
untuk berkembang menuju tempat dimana kesuksesan itu berada. Kelak nanti kalau
salah satu dari mereka ada yang jadi Presiden RI atau Menteri RI, aku ingin
namaku disebut dalam pidato mereka. Kan kelihatan kece kalau nama kita disebut
di pidato. Pasti—nanti banyak yang kepo Marone itu apa. Pasti. K-E-P-O!
Ini
curhatanku, kalo kamu?
1 comments