Fallin Surabaya - Part 2
9:20 AM
Hi! Welcome back to my
blog!! Sesuai janji di
postingan sebelumnya, gue mau melanjutkan cerita tentang perjalanan di Surabaya
kemarin. Untuk yang belum baca part sebelumnya, moggo di check postingan Fallin Surabaya – Part 1.
Nah, langsung aja ya. As you know from my previous post, I decided
to join the evening tour. Dimana pada tour tersebut akan membahas sejarah
Keraton Surabaya atau istilahnya kami akan melakukan napak tilas gitu hehehe.
Alhamdulillah, masih kebagian tiket turnya (diajak teman baru, akan ada postingan
khusus nantinya wkwk), awalnya sempet hopeless
karena ga kebagian tiket tur sesi sore karena sudah full. Sudah sempat jalan
juga mau masuk ke Museum HOS (House of Sampoerna) yang belum gue singgahi. Eh, tiba-tiba
ada yang manggil. “Mba, Mba,” merasa hanya gue Mba-Mba yang ada disitu,
nengoklah ya kan. Dan ternyata itu Dinda (temen baru yang gue sksd-in sebelumnya wkwk),
dia kasih tau kalau ada 3 tiket yang di cancel. Happy lah gue ya kan,
trus balik lagi ke tempat ticketing-nya, ambil tiket. Trus bilang
makasih ke Dinda, Saka dan ada Mba & Mas yang ngecancel tiket
teman-temannya.
Karena masih ada waktu,
akhirnya gue masuk ke HOS. Baru masuk aja aroma cengkeh sudah semriwing guys. HOS sendiri lebih berisi tentang
sejarah awal mula bisnis yang dibangun oleh pemilik Sampoerna. Mulai dari hanya
punya kedai sampai sebesar seperti saat ini. Dipamerkan juga jenis-jenis cengkeh, mesin
tradisional mereka, ada foto-foto para petinggi Sampoerna saat ini, foto-foto
CSR yang sudah dilakukan, dsb. Trus di lantai dua itu ada alat-alat sarana
invovasi yang dilakukan Sampoerna dan kalau pas weekday sebelum pukul 15.00 WIB
(kalau ga salah ingat) kita bisa loh ngelihat karyawan yang ngelinting rokok
secara manual. Sayangnya, di lantai 2 ini terlarang untuk di foto. Yaiyalah,
secara ada garis besar isi dapur mereka hehehe
Ini mesin cetak bungkus rokoknya. Made in Gernany |
Mesin cetak bungkus rokok Toiletnya keren guysss
|
Well, jam ditangan
sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB nih, waktunya tur sesi sore dimulai. Di tur
sesi sore ini, kami akan mengunjungi 2 tempat , yaitu Kampung Keraton &
Gedung Kesenian Cak Durasim. Let’s start
our journey~
Kalau aku ngomong
keraton, kira2 apa yang ada di pikiran kalian? Pasti yang kepikiran adalah
keraton Jogja, Solo, Cirebon, Sumenep, dsbnya.
Ternyata Surabaya juga
pernah punya keraton loh! Keraton Surabaya juga terkenal sebagai kerajaan
dagang terbesar di Timur Jawa. Terus kenapa bisa hilang? Salah satu faktornya
adalah kekalahan Sultan Surabaya melawan Mataram yang waktu itu dibantu oleh Belanda.
Dan sebagai imbalannya, Raja Mataram akan memberikan tanah ke Belanda. Yaitu
seluruh wilayah pesisir utara, termasuk Madura. Makanya banyak ditemui bangunan
Belanda di Jakarta, Bandung, Surabaya hingga Semarang.
Tapiiii, faktor utama
hilangnya Keraton Surabaya sendiri itu bukan karena Belanda, melainkan Kerajaan
Mataram. Dimana kala itu, Keraton Surabaya memiliki tembok tinggi yang
mengelilingi wilayahnya. Sehingga, meski telah diserang berkali-kali oleh
Mataram, Surabaya seperti tak tertembus. Sultan Agung yang memimpin Kerajaan
Mataram kala itupun tak kehabisan akal. Mereka menyerang Surabaya dengan cara
membuang bangkai ke Kalimas. Pada masa itu, Kalimas adalah sungai utama
penggerak kehidupan warga Surabaya. Begitu sungai tercemari dan musim kering
tibs, Keraton Surabaya pun tak berkutik. Banyak rakyat yang mati karena
kelaparan & beragam penyakit. Akhirnya Sang Adipati Keraton Surabaya (lupa
namanya) mengaku kalah pada Mataram, demi menyelamatkan nyawa para rakyatnya.
Jadi, Keraton Surabaya bukan kalah dalam peperangan yaaa.
Belanda masuk ke
Surabaya sekitar tahun 1617, berdampingan dengan Keraton Surabaya berdiri. Lalu
Belanda melakukan perjanjian, salah satunya mengenai tapal batas wilayah dengan
Keraton Surabaya. Maka disepakatilah Utara Kebunrojo
(Taman Para Raja dalam bahasa Indonesia)
menjadi milik Belanda, sehingga mudah ditemui gedung-gedung londo pada
wilayah Utara Surabaya. Lalu, Selatan Surabaya menjadi wilayah milik Keraton
Surabaya (sebelum dikalahkan oleh Kerajaan Mataram & Belanda).
Buktinya apa kalau
Surabaya punya Keraton? Kan ga ada sejarah tertulis ataupun peninggalannya :(
- Alun-alun (taman utama). Setiap Keraton pasti memiliki alun-alun. Alun-alun utara Keraton Surabaya sekarang telah menjadi Gedung Bank Indonesia & Tugu Pahlawan. Buktinya? Kalau lihat peta Surabaya tahun 1857, nama jalan nya ditulis dengan nama "Alun-Alun Straat", namun Belanda menulisnya menjadi "Alon-alon straat" atau jalan pelan-pelan.
- Punya pasar utama. Kalau di Semarang dikenal dengan Pasar Gede, di Surabaya namanya Pasar Besar. Tapi sekarang sudah berubah menjadi pertokoan.
- Sebagian besar peninggalan Keraton Surabaya adalah nama. Beberapa kampung khusus zaman keraton yang tempatnya masih bisa dikunjungi hingga kini, antara lain, Pandean (tempat pandai besi), Kawatan (pusat kerajinan kawat), Bubutan (pusat kerajinan bubut), Plampitan (pusat lampit/industri rumah tangga), Kranggan (tempat tinggal rangga atau pejabat birokrasi), Praban (tempat tinggal praba atau putra mahkota), dan Kebonrojo (taman para Raja).
Setelah kemenangannya,
Belanda menghancurkan segala macam bentuk fisik kepemilikan Keraton Surabaya,
agar generasi yang akan datang tidak akan mengetahuinya. Untuk peninggalan
prasasti terdekat dapat ditemui di Sidoarjo. Disana terdapat Prasasti Kelagen
(Kamalagyan). Lebih jauh lagi ke Trowulan, Mojokerto. Disana terdapat catatan
dari Kerajaan Majapahit, dimana Keraton Surabaya merupakan gerbang masuk
Kerajaan Majapahit.
Gedung
Kesenian Cak Durasim
Foto by: http://sofahans.blogspot.com |
Nama Cak Durasim diambil dari nama seorang tokoh Surabaya. Beliau merupakan seorang seniman ludruk kelahiran Jombang yang sangat populer pada masa itu. Melalui ludruknya, Cak Durasim mempopulerkan cerita-cerita legenda Surabaya. Selain sebagai seniman, Cak Durasim juga dikenal sebagai pejuang yang seringkali mengkritisi para penjajah melalui pementasan ludruk dan gendhing jula-juli-nya.
Di bagian depan gedung terdapat patung dada Cak Durasim
dengan parikan atau pantun yang berbunyi “Pegupon omahe doro, melok Nippon
tambah soro,” yang artinya adalah rumahnya burung dara, ikut Nippon (Jepang)
tambah sengsara. Akibat kata-katanya ini, beliau ditangkap dan disiksa oleh
tentara Jepang hingga meninggal pada 7 Agustus 1944.
Area ini merupakan wilayah Keraton Surabaya, namun bukan
keturunan Keraton yang asli. Untuk informasi aja kalau pada jaman tersebut
strategi Belanda adalah devide et impera
atau politik pecah belah (adu domba). Keraton dibagi menjadi 2, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Tempat ini adalah rumah terakhir Adipati Surabaya sebelum berubah
menjadi kota.
Untuk saat ini gedung kesenian tersebut banyak digunakan untuk pagelaran seni. Pas kunjungan kemarin, kebetulan banget sedang ada anak-anak yang belajar nyinden, dalang dan alat music tradisionalnya. Keren banget deh mereka, yang nyinden pun suara nya bagus-bagus padahal masih anak-anak guyyysss!
Sekian dulu ya untuk postingan kali ini. See yaaa!
Love,
Source of information:
- Mas Tour Guide (lupa namanyaaa. Its really hard for me to remember name of people)
- https://www.jawapos.com/features/19/01/2017/menelusuri-jejak-kejayaan-keraton-surabaya/
- https://situsbudaya.id/gedung-kesenian-cak-durasim-taman-budaya-jawa-timur/
- https://cakdurasim.com/profil/sejarah
- http://sofahans.blogspot.com/2011/12/cak-durasim-pahlawan-seni.html
- all photos & videos by me except tampak depang gedung dengan prasasti (patung) Cak Durasim
0 comments